Kamis, 26 Maret 2020

Konsep Dan Teori Konsumsi Dalam Ekonomi Islam


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.wr.wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat,karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Konsep Dan Teori Konsumsi Dalam Ekonomi Islam. Sholawat serta salam kita haturkan kepada tauladan kita Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di hari akhir nanti, dan juga tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah membimbing kami dalam mata kuliah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan mengenai Konsep Dan Teori Konsumsi Dalam Ekonomi Islam. Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya saran dan masukan demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa mendatang. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat banyak salah kata.

                                                            Lhokseumawe, 03 Maret 2020
Penulis


       (Kelompok 2)





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................            i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................            1
1.1    Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2    Rumusan Masalah................................................................................... 1
1.3    Tujuan..................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................            3
2.1  Konsep Ekonomi Islam.........................................................................    3
2.2  Teori Konsumsi Dalam Islam...............................................................     5
2.3  Karakteristik Konsumsi Dalam Ekonomi Islam.................................       7
2.4  Perilaku Konsumsi Dalam Islam..........................................................     8
BAB III PENUTUP......................................................................................            13
3.1  Kesimpulan.............................................................................................. 14






BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Allah telah melimpahkan untuk manusia karunia kenikmatan yang melimpah di bumi. Bersama itu pula amanah juga dibebankan kepada manusia untuk mengelolanya. Karunia  dan amanah atas sumber daya tersebut pada intinya memunculkan tiga masalah utama dalam kehidupan sosioekonomi masyarakat, yaitu apa dan berapa banyak barang/jasa yang diperlukan (what), bagaimana cara menghasilkannya (how) dan bagaimana mendistribusikan kepada masyarakat secara adil (for whom), sehingga tercipta suatu keadilan dan kesejahteraan yang luas. Keinginan manusia agar terpenuhi kebutuhannya telah melahirkan konsep teori konsumsi.
Perilaku konsumsi manusia biasa bersumber pada dualitas yaitu economic rasionalism dan utilitarianism yang menekankan keduanya lebih menekankan kepentingan individu (self interest) dengan mengorbankan kepentingan pihak lain. Konsep self interest rationality menurut Edgeworth, meskipun secara ekonomi terkesan baik, tetap mengandung konsekuensi terhadap perilaku konsumsi yang lebih longgar karena ukuran rasional adalah selama memenuhi self interest tersebut. Sedangkan utilitarianisme yang menekankan bagaimana manfaat terbesar dapat diperoleh meski harus mengorbankan kepentingan/hak pihak lain.
Perbedaan kebutuhan fisiologis dipengaruhi oleh perbedaan faktor psikologis, sehingga melahirkan berbagai bentuk konkrit kebutuhan hedonistik, materialistik dan wasteful seperti cita rasa seni, kesombongan atau kemewahan. Pada akhirnya konsumsi tersebut mengabaikan keharmonisan dan keseimbangan sosial akibat sikap yang individualistik sebagai konsekuensi kelebihan kekayaan dan untuk mencapai kepuasan maksimum. Oleh sebab itu, berbagai konsumsi dan kekayaan oligarkis seperti mengendarai lamborghini (meskipun lalu lintas padat, macet dan banjir), bermain golf di australia (untuk alasan bisnis dan lobi relasi), berburu lukisan yang sedang naik daun (sebagai bentuk citarasa seni tinggi), nonton konser karya Chopin sambil berburu jam Chopard terbaru di Wina (untuk menunjukkan status sosial), bukan merupakan akhlak konsumen islami. Islam mengatur pola kansumsi umatnya dengan mengedepankan akhlak, sehingga terjadi keseimbangan konsumsi yang komprehensif antara individu dengan masyarakat luas dan antara dunia dengan akhirat.

1.2  Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang di atas timbul masalah-masalah sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud dengan konsep ekonomi islam ?
2.      Apa yang dimaksud dengan teori konsumsi dalam islam ?
3.      Apa Karakteristik konsumsi dalam ekonomi Islam ?
4.      Apa Perilaku Konsumsi dalam Islam ?

1.3  Tujuan Masalah
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan konsep ekonomi islam.
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan teori konsumsi dalam islam.
3.      Untuk mengetahui apa Karakteristik konsumsi dalam ekonomi Islam.
4.      Untuk mengetahui apa Perilaku Konsumsi dalam Islam.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Ekonomi Islam
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang sama sekali tidak berbeda dengan ekonomi lainnya, dengan minus kapitalis dan sosialis, serta penambahan Islam. Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa ekonomi Islam lebih banyak mengadopsi dari sistem ekonomi yang sudah ada, dengan mengungkapkan kelemahan sistem lain guna menunjukkan bahwa ekonomi Islam secara substansial adalah yang lebih baik. Meskipun demikian, semua lontaran kritikan dari para ahli ekonomi tersebut bertujuan untuk menuntut para pendukung ekonomi Islam agar mampu untuk memberikan jawaban serius terkait dengan konsep ekonomi Islam.
Para ahli mencoba mendefinisikan ekonomi Islam atau ekonomi syariah dengan beberapa variasi. Zainuddin Ali menyatakan bahwa ekonomi syariah merupakan kumpulan norma hukum yang disandarkan pada Alquran dan hadis untuk mengatur perekonomian di tengah masyarakat. Menurut Mardani, ekonomi Islam ialah suatu usaha atau kegiatan ekonomi yang dilakukan perorang, atau perkelompok, atau badan usaha yang berbentuk hukum maupun non-berbentuk hokum, dengan tujuan komersial dan tidak komersial serta dilakukan sesuai dengan tatanan ajaran agama Islam.
Dari berbagai definisi dari para ahli ekonomi syariah di atas, dapat diketahui bahwa unsur penting yang menjadi rujukan dalam setiap kegiatan ekonomi Islam adalah bersumber dari wahyu Ilahi dan hadis. Sumber utama tersebut kemudian diinterpretasikan melalui ijtihad dan menggunakan cara pengambilan dalil lainnya,
yang secara nyata dan tidak nyata langsung berkaitan dengan sumber utamanya yaitu kalamullah dan Sunah Rasulullah Muhammad saw.
Pada dasarnya, ilmu ekonomi Islam tidak jauh berbeda dengan ilmu ekonomi yang ada, karena sama-sama mempelajari perilaku masyarakat dalam kegiatan ekonomi berupa produksi, distribusi, dan konsumsi serta pemilihan sumberdaya yang bersifat langka, lalu mengalokasikan sumberdaya tersebut guna memenuhi kebutuhan manusia. Namun, dalam Islam semua kegiatan tersebut juga dilandaskan dengan iman kepada Allah, karena setiap kegiatan perekonomian tersebut merupakan ibadah dan penghambaan manusia kepada Penciptanya. Ilmu ekonomi Islam tidak hanya memperhatikan aspek komersial yang didapat oleh manusia, namun juga pembentukan sistem dalam perilaku kehidupan ekonomi yang sesuai dengan tatanan syariat Islam.
Ada pula yang menafsirkan bahwa ekonomi Islam adalah sistem yang menyangkut pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu pemerintahan atau masyarakat dengan menggunakan metode tertentu. Misalnya, bank Islam dapat disebut sebagai salah satu unit dari beroperasinya suatu sistem ekonomi Islam, yang berada dalam ruang lingkup makro maupun mikro, yang mendoktrin pelarangan riba dan memiliki karakteristik sistem bagi hasil sebagai jalan keluar dari permasalahan krisis ekonomi. Selain itu, ada juga yang mendefinisikan ekonomi Islam sebagai perekonomian yang ada di dunia Islam atau hanya untuk umat Islam saja. Sehingga, yang dipelajari ialah bagaimana perekonomian yang terjadi di masamasa Islam mulai masuk di Arab yaitu pada zaman rasulullah, sahabat, tabiin hingga pada zaman sekarang, lalu bagaimana implementasi perekonomian Islam di negara-negara Muslim seperti Arab Saudi, Mesir, Qatar, Irak, Iran, Malaysia, Indonesia dan sebagainya.
Pemikiran ekonomi Islam di Indonesia khususnya saat ini, masih sebatas tema perbankan atau lembaga keuangan saja. Sehingga gagasan bank Islam terlebih dahulu yang berkembang dalam upaya penerapan prinsip ekonomi Islam. Kurangnya pengembangan konsep ekonomi Islam ini masih dirasakan dalam hal ekonomi makro dan mikro serta sistem dalam statistik dan akuntansi Islam, ini karena kurangnya kreatifitas pengembangan dalam tatanan ilmu sosial tersebut. Pembahasan yang komprehensif tentang konsep ekonomi Islam sangat perlu, guna menjawab kritikan dari para ekonom konvensional, terkait dengan eksistensi ekonomi Islam sebagai solusi dalam memecahkan persoalan yang terjadi pada masalah ekonomi di seluruh belahan dunia.



2.2 Teori Konsumsi Dalam Islam
Menurut Al-Ghazali konsumsi adalah (al-hajah) penggunaan barang atau jasa dalam upaya pemenuhan kebutuhan melalui bekerja (al-iktisab) yang wajib dituntut (fardu kifayah) berlandaskan etika (shariah) dalam rangka menuju kemaslahatan (maslahah) menuju akhirah. Prinsip ekonomi dalam Islam yang disyariatkan adalah agar tidak hidup bermewah-mewahan, tidak berusaha pada pekerjaan yang dilarang, membayar zakat dan menjauhi riba, merupakan rangkuman dari akidah, akhlak dan syariat Islam yang menjadi rujukan dalam pengembangan sistem ekonomi Islam. Nilai-nilai moral tidak hanya bertumpu pada aktifitas individu tapi juga pada interaksi secara kolektif.Individu dan kolektif menjadi keniscayaan nilai yang harus selalu hadir dalam pengembangan sistem, terlebih lagi ada kecenderungan nilai moral dan praktek yang mendahulukan kepentingan kolektif dibandingkan kepentingan individual.
Preferensi ekonomi baik individu dan kolektif dari ekonomi Islam akhirnya memiliki karakternya sendiri dengan bentuk aktifitasnya yang khas dan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam, ada tiga aspek adalah sebagai berikut:
1.      Ketauhidan
Tauhid adalah fondasi keimanan Islam. Ini bermakna bahwa segala apa yang di alam semesta ini didesain dan dicipta dengan sengaja oleh Allah Swt, bukan kebetulan, dan semuanya pasti memiliki tujuan. Tujuan inilah yang memberikan signifikansi dan makna pada eksistensi jagat raya, termasuk manusia yang menjadi salah satu penghuni di dalamnya. Prinsip Tauhid menjadi landasan utama bagi setiap umat muslim dalam menjalankan aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi. Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah Swt. Prinsip tauhid ini pula yang mendasari pemikiran kehidupan Islam yaitu khilafah (Khalifah) dan ‘Adalah (keadilan).
2.      Khilafah
Khilafah (Khalifah) bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materi. Ini berarti bahwa, dengan potensi yang dimiliki, manusia diminta untuk menggunakan sumberdaya yang ada dalam rangka mengaktualisasikan kepentingan dirinya dan masyarakat sesuai dengan kemampuan mereka dalam rangka mengabdi kepada Sang Pencipta Allah Swt.
3.      Keadilan.
Merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al Syariah). Implikasi dari prinsip ini adalah :
(1) pemenuhan kebutuhan pokok manusia.
(2) sumber-sumber pendapatan yang halal.
(3) distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata.
(4) pertumbuhan dan stabilitas.

Tiga prinsip tersebut tidak bisa dipisahkan, dikarenakan saling berkaitan untuk terciptanya perekonomian yang baik dan stabil karena prinsip ‘Adalah adalah merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al Syariah).Konsekuensi dari prinsip khilafah dan ‘adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need fullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).
Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi Islam konsumsi juga memiliki pengertian yang sama, tetapi memiliki perbedaan di setiap yang melingkupinya. Perbedaan mendasar dengan konsumsi ekonomi konvensional adalah tujuan pencapaian dari konsumsi itu sendiri, cara pencapaiannya harus memenuhi kaidah pedoman syariah Islamiyah.





2.3 Karakteristik Konsumsi Dalam Ekonomi Islam
Ada beberapa karakteristik konsumsi dalam perspektif ekonomi Islam, diantaranya adalah:
a.    Konsumsi bukanlah aktifitas tanpa batas, melainkan juga terbatasi oleh sifat kehalalan dan keharaman yang telah digariskan oleh syara', sebagaimana firman Allah dalam Alquran. Al-Mā-idah ayat 87 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telahAllah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”

b.    Konsumen yang rasional (mustahlik al-aqlani) senantiasa membelanjakan pendapatan pada berbagai jenis barang yang sesuai dengan kebutuhan jasmani maupun rohaninya. Cara seperti ini dipastikan dapat mengantarkannya pada keseimbangan hidup yang memang menuntut keseimbangan kerja dariseluruh potensi yang ada, mengingat, terdapat sisi lain diluar sisi ekonomi yang juga butuh untuk berkembang.10Karakteristik ini didasari atas fiman Allah dalam Alquran. Al-Nisā’ayat 5 yang artinya:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik”

Islam sangat memberikan penekanan tentang cara membelanjakan harta, dalam Islam sangat dianjurkan untuk menjaga harta dengan hati-hati termasuk menjaga nafsu supaya tidak terlalu berlebihan dalam menggunakan. Rasionalnya konsumen akan memuaskan konsumsinya sesuai dengan kemampuan barang dan jasa yang dikonsumsi serta kemampuan konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa tersebut. Dengan demikiankepuasan dan prilaku konsumen dipengaruhi oleh hal-hak sebagai berikut :
a.    Nilai guna (utility) barang dan jasa yang dikonsumsi. Kemampuan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.
b.    Kemampuan konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa. Daya beli dari income konsumen dan ketersediaan barang dipasar.
c.    Kecenderungan konsumen dalam menentukan pilihan konsumsi menyangkut pengalaman masa lalu, budaya, selera, serta nilai-nilai yang dianut seperti agama dan adat istiadat.
d.   Menjaga keseimbangan konsumsi dengan bergerak antara ambang batas bawah dan ambang batas atas dari ruang gerak konsumsi yang diperbolehkan dalamekonomi Islam (mustawa al-kifayah). Mustawa al-kifayah adalah ukuran, batas maupun ruang gerak yang tersedia bagi konsumen muslim untuk menjalankan aktifitas konsumsi. Dibawah mustawa kifayah, seseorang akan masuk pada kebakhilan, kekikiran, kelaparan hingga berujung pada kematian. Sedangkan di atas mustawa al-kifayah seseorang akan terjerumus pada tingkat yang berlebih-lebihan (mustawaisraf, tabdzir dan taraf). Kedua tingkatan ini dilarang di dalam Islam.

2.4 Perilaku Konsumsi Dalam Islam
Perilaku konsumen Islami didasarkan atas rasionalitas yang disempurnakan dan mengintegrasikan keyakinan dan kebenaran yang melampaui rasionalitas manusia yang sangat terbatas berdasarkan Alquran dan Sunnah. Islam memberikan konsep pemenuhan kebutuhandisertai kekuatan moral, ketiadaan tekanan batin dan adanya keharmonisan hubungan antar sesama. Ekonomi Islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materiyang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah Swt.
Adi warman Karim tertulis dalam bukunya Ekonomi Mikro Islami menyebutkan bahwa perilaku rasional mempunyai dua makna, yaitu pertama: metode, “action selected on the basis of reasoned thought rather than out of habit, prejudice, or emotion” (tindakan yang dipilih berdasarkan pikiran yang beralasan, bukan berdasarkan kebiasaan, prasangka atau emosi), dan kedua: makna,”action that actually succeeds in achieving desired goals.”(tindakan yang benar-benar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai).
Ekonomi Islam bukan hanya berbicara tentang pemuasan materi yang bersifat fisik, tapi juga berbicara cukup luas tentang pemuasan materi yang bersifat abstrak, pemuasan yang lebih berkaitan dengan posisi manusia sebagai hamba Allah Swt. Prinsip dasar perilaku konsumen Islami diantaranya:
a.    Prinsip Syariah yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam melakukan konsumsi di mana terdiri dari:
b.    Prinsip akidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana untuk ketaatan untuk beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai makhluk dan khalifah yang nantinya diminta pertanggung jawaban oleh Pencipta.
c.    Prinsip ilmu, yaitu seseorang ketika akan mengkonsumsi harus mengetahui ilmu tentang barang yang akan dikonsumsi dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram baik ditinjau dari zat, proses, maupun tujuannya.
d.   Prinsip ‘amaliyah, sebagai konsekuensi aqidah dan ilmu yang telah diketahui tentang konsumsi Islami tersebut, seseorang dituntut untuk menjalankan apa yang sudah diketahui, maka dia akan mengkonsumsi hanya yang halal serta menjauhi yang haram dan syubhat.
e.    Prinsip Kuantitas yaitu sesuai dengan batas-batas kuantitas yang telah dijelaskan dalam syariat Islam. Salah satu bentuk prinsip kuantitas ini adalah kesederhanaan, yaitu mengkonsumsi secara proporsional tanpa menghamburkan harta, bermewah-mewah, mubadzir, namun tidak juga pelit.Menyesuaikan antara pemasukan dan pengeluaran juga merupakan perwujudan prinsip kuantitas dalam konsumsi.Artinya, dalam mengkonsumsi harus disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, bukan besar pasak daripada tiang.Selain itu, bentuk prinsip kuantitas lainnya adalah menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan digunakan untuk konsumsi tapi juga disimpan untuk kepentingan pengembangan kekayaan itu sendiri.
f.     Prinsip Prioritas yaitu memperhatikan urutan kepentingan yang harus diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu:
1.        Primer, adalah konsumsi dasar yang harus terpenuhi agar manusia dapat hidup dan menegakkan kemaslahatan dirinya dunia dan agamanya serta orang terdekatnya, seperti makanan pokok.
2.        Sekunder, yaitu konsumsi untuk menambah/meningkatkan tingkat kualitas hidup yang lebih baik, jika tidak terpenuhi maka manusia akan mengalami kesusahan.
3.        Tersier, yaitu konsumsi pelengkap manusia.

g.    Prinsip Sosial Yaitu memperhatikan lingkungan sosial di sekitarnya sehingga tercipta keharmonisan hidup dalam masyarakat, di antaranya:
1.        Kepentingan umat, yaitu saling menanggung dan menolong sehingga Islam mewajibkan zakat bagi yang mampu juga menganjurkan shadaqah, infaq dan wakaf.
2.        Keteladanan, yaitu memberikan contoh yang baik dalam berkonsumsi baik dalam keluarga atau masyarakat.
3.        Tidak membahayakan/merugikan dirinya sendiri dan orang lain dalam mengkonsumsi sehingga tidak menimbulkan kemudharatan seperti mabuk- mabukan, merokok, dan sebagainya. h. Kaidah Lingkungan yaitu dalam mengkonsumsi harus sesuai dengan kondisi potensi daya dukung sumber daya alam dan keberlanjutannya atau tidak merusak lingkungan. Seorang muslim dalam penggunaan penghasilannya memiliki dua sisi, yaitu pertama untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya dan sebagiannya lagi untuk dibelanjakan di jalan Allah.
Salah satu ciri dalam Islam bahwa ia tidak hanya mengubah nilai-nilai dan kebiasaan masyarakatnya tetapi juga menyajikan kerangka legislatif yang perlu untuk mendukung dan memperkuat tujuan-tujuan ini dan menghindari penyalahgunaanya. Ciri khas Islam ini juga memiliki daya aplikatifnya terhadap orang yang terlibat dalam pemborosan atau tabzir.
Dalam hukum (fiqh) Islam, orang semacam itu harusnya dikenai pembatasan - pembatasan dan, bila dianggap perlu, dilepaskan, dan dibebaskan dari tugas mengurus harta miliknya sendiri. Dalam pandangan syariah dia seharusnya diperlukan sebagai orang tidak mampu dan orang lain seharusnya ditugaskan untuk mengurus hartanya selaku wakilnya.
Etika islam dalam hal konsumsi yakni :
a.    Prinsip Keadilan
Berkonsumsi tidak boleh menimbulkan kedzaliman, harus berada dalam koridor aturan atau hukum agama serta menjunjung tinggi kepantasan atau kebaikan. Islam memiliki berbagai ketentuan tentang benda ekonomi yang boleh dikonsumsi dan yang tidak boleh dikonsumsi.
b.    Prinsip Kebersihan
Bersih dalam arti sempit adalah bebas dari kotoran atau penyakit yang dapat merusak fisik dan mental manusia, sementara dalam arti luas adalah bebas dari segala sesuatu yang diberkahi Allah. Tentu saja benda yang dikonsumsi memiliki manfaat bukan kemubadziran atau bahkan merusak.
c.    Prinsip Kesederhanaan
Sikap berlebih-lebihan (israf) sangat dibenci oleh Allah dan merupakan pangkal dari berbagai kerusakan di muka bumi.Sikap berlebih-lebihan ini mengandung makna melebihi dari kebutuhan yang wajar dan cenderung memperturutkan hawa nafsu atau sebaliknya terlampau kikir sehingga justru menyiksa diri sendiri. Islam menghendaki suatu kuantitas dan kualitas konsumsi yang wajar bagi kebutuhan manusia sehingga tercipta pola konsumsi yang efesien dan efektif secara individual maupun sosial. saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
d.   Prinsip Kemurahan Hati
Dengan mentaati ajaran Islam maka tidak ada bahaya atau dosa ketika mengkonsumsi benda-benda ekonomi yang halal yang disediakan Allah karena kemurahan-Nya. Karena Islam adalah agama yang sangat mendukung nilai-nilai sosial, Selama konsumsi ini merupakan upaya pemenuhan kebutuhan yang membawa kemanfaatan bagi kehidupan dan peran manusia untuk meningkatkan ketaqwaan kepada AllahSwt, maka Allah akan memberikan anugerah-Nya bagi manusia.
e.    Prinsip Moralitas
Pada akhirnya konsumsi seorang muslim secara keseluruhan harus dibingkai oleh moralitas yang dikandung dalam Islam sehingga tidak semata-mata memenuhi segala kebutuhan.
Kepuasan adalah hasrat yang tidak bisa diukur dengan nilai, masing-masing orang memiliki cita rasa yang berbeda namun jika yang diinginkan terpenuhi maka akan menghasilkan sebuah kepuasan tersendiri. Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin tidak membatasi konsumsi umatnya. Islam hanya mengatur etika konsumsi sebagai wujud kebersinambungan antara sang makhluk (hablu minan nas) dan antara Tuhan (hablu minallah).
Dalam perilaku konsumen muslim bila digambarkan secara grafis dengan menggunakan alat analisis kurva indiferensi terhadap perilaku konsumen muslim perlu dilakukan suatu modifikasi dimana batasan yang membatasi konsumsi seorang konsumen muslim bukanlah hanya garis anggaran semata namun juga adanya batasan syariah. Sehinggga batasan seorang konsumen muslim secara grafis dibatasi oleh garis anggaran dan syariah (budget and syariah line (BSL) ). Pada garis anggaran dan syariah ini secara posisi, letaknya berada lebih rendah dibandingkan pada garis anggaran. Karena adanya batasan dalam syariat Islam, seperti larangan untuk mengkonsumsi barang yang haram, larangan riba, larangan untuk konsumsi yang berlebihan dan kewajiban berzakat.





BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang sama sekali tidak berbeda dengan ekonomi lainnya, dengan minus kapitalis dan sosialis, serta penambahan Islam. Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa ekonomi Islam lebih banyak mengadopsi dari sistem ekonomi yang sudah ada, dengan mengungkapkan kelemahan sistem lain guna menunjukkan bahwa ekonomi Islam secara substansial adalah yang lebih baik.
Menurut Al-Ghazali konsumsi adalah (al-hajah) penggunaan barang atau jasa dalam upaya pemenuhan kebutuhan melalui bekerja (al-iktisab) yang wajib dituntut (fardu kifayah) berlandaskan etika (shariah) dalam rangka menuju kemaslahatan (maslahah) menuju akhirah.
Prinsip ekonomi dalam Islam yang disyariatkan adalah agar tidak hidup bermewah-mewahan, tidak berusaha pada pekerjaan yang dilarang, membayar zakat dan menjauhi riba, merupakan rangkuman dari akidah, akhlak dan syariat Islam yang menjadi rujukan dalam pengembangan sistem ekonomi Islam. Nilai-nilai moral tidak hanya bertumpu pada aktifitas individu tapi juga pada interaksi secara kolektif.Individu dan kolektif menjadi keniscayaan nilai yang harus selalu hadir dalam pengembangan sistem, terlebih lagi ada kecenderungan nilai moral dan praktek yang mendahulukan kepentingan kolektif dibandingkan kepentingan individual.





DAFTAR PUSTAKA

An Nabhani, Taqyuddin, (2009), Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam, penerjemah Moh. Maghfur Wachid, Edisi pertama, Surabaya: Risalah Gusti.
Heri sudarsono, Konsep Ekonomi Islam Suatu Pengantar, Yogyakarta, Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2003
Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Mustafa Edwin Nasution dkk, 2006, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta : Kencana
Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
Syarif Chaudhry , Muhammad. 2012. Sistem Ekonomi Islam Prinsip Dasar. Jakarta : Kencana
Syed Nawab Haidar Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, Terjemahan M.Saiful Anan dkk, Yogyakarta, Pustaka Belajar, 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar